berita


Ratusan Rbu Pengusaha Angkutan Kemungkinan Gulung Tikar

BabatNews-
JAKARTA -- Organisasi Angkutan Darat (Organda) meminta pemerintah segera melakukan penyelamatan kepada para pengusaha angkutan darat. Pasalnya hingga saat ini posisi mereka tengah di ujung tanduk akibat kenaikan harga BBM dan pungli di jalanan.

Ketua Umum Organda Murphy Hutagalung mengatakan, setengah dari 1,5 juta pengusaha angkutan sudah mulai merugi dan menghadapi kebangkrutan. "Sudah mencapai 50 persen pengusaha yang hampir kolaps," kata Murphy seusai rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR RI di Jakarta, Senin (16/6).

Akibat kenaikan harga BBM, Organda terpaksa menaikkan tarif 20 persen. Dengan kenaikan tersebut, kerugian mulai terasa dengan berkurangnya jumlah penumpang yang cukup signifikan. Menurutnya, load factor angkutan yang tadinya 75 persen sekarang menurun tajam hingga 35 hingga 50 persen saja. "Penumpang terus berkurang karena mereka menganggap angkutan saat ini menjadi alat transportasi yang mahal," Murphy menjelaskan.

Belum lagi semakin banyaknya pungutan liar di jalanan. Murphy memperkirakan, pungli baik dari preman maupun aparat di jalan tahun ini mencapai Rp 20 triliun. "Naik Rp 2 triliun dari tahun sebelumnya karena jumlah oknum yang mengutip semakin banyak," tandasnya.

Menurutnya, seorang sopir angkutan dalam setiap trayeknya minimal memberikan uang tiga kali. Sehingga, yang seharusnya untung malah merugi. Selain itu, peraturan daerah (perda) turut memperburuk situasi. "Memang ribuan perda sudah dicabut, tapi pada kenyataannya retribusi dari perda itu masih tetap diberlakukan, jadi sama saja perda itu masih berlaku," kata Murphy.

Kondisi tersebut membuat usaha transportasi darat semakin merana, apalagi harga BBM yang naik menyebabkan harga suku cadang kendaraan juga semakin melangit. Sejak kenaikan harga BBM tersebut, kata Murphy, rata-rata kerugian angkutan darat mulai terasa 5 hingga 10 persen. "Harus ada tindakan penyelamatan, misalnya dengan penertiban pungli atau subsidi terhadap pemakaian BBM untuk angkutan darat," ujarnya. Sementara itu, ribuan perda sudah dicabut, tapi pada kenyataannya retribusi dari perda itu masih tetap diberlakukan, jadi sama saja perda itu masih berlaku," kata Murphy.

Kondisi tersebut membuat usaha transportasi darat semakin merana apalagi harga BBM yang naik menyebabkan harga suku cadang kendaraan juga semakin melangit. (PersdaNetwork/ Hendra Gunawan)